Selasa, 24 April 2012

Pengertian dan Fungsi Arsitek Indonesia



ARSITEKTURSumber pustaka: Oxford Advanced Learner's Dictionary,De Architectura ,Vitruvius ; Concept Source Book by Robert T.White
dll
dikumpulkan dari berbagai sumber oleh Archipeddy.Team

dari http://archipeddy.com/ess/term_ars.html  

Terminologi
Arsitektur menurut kamus Oxford : art and science of building; design or style of building(s). adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Pengertian ini bisa lebih luas lagi, arsitektur melingkupi semua proses analisa dan perencanaan semua kebutuhan fisik bangunan,namun dalam bahasan situs ini,penulis membatasi pada pengorganisasian perancangan bangunan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu rancang interior / eksterior, rancang asesoris dan pernik-pernik produk pelengkap. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.
Kriteria dan Batasan
Pameo mengatakan: Architecture is silent language. Arsitektur merupakan bahasa yang tidak terucapkan ,namun dapat dimengerti para pemakainya
Buku De Architectura merupakan karya tulis rujukan paling tua yang ditulis Vitruvius, dalam buku itu diungkapkan bahwa bangunan yang baik haruslah memiliki aspek:
  • Keindahan / Estetika (Venusitas)
  • Kekuatan (Firmitas)
  • Kegunaan / Fungsi (Utilitas);
Arsitektur adalah penyeimbang dan pengatur antara ketiga unsur tersebut, dimana semua aspek memiliki porsi yang sama sehingga tidak boleh ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika maupun psikologis.
Arsitektur adalah bidang multi-disiplin ilmu, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, ekonomi,sosial,politik, sejarah, filsafat, dan sebagainya. Diperlukan kemampuan untuk menyerap berbagai disiplin ilmu ini dan mengaplikasikannya dalam suatu sistematika yang integral.
Vitruvius menyatakan, "Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni". Ia pun menekankan perlunya seorang arsitek memahami sosial,kedokteran,hukum,ekonomi,filsafat, dsb. Filsafat adalah salah satu yang utama di dalam pendekatan arsitektur. Rasionalisme, empirisisme, strukturalisme, post-strukturalisme, dan fenomenologi adalah beberapa pengaruh filsafat terhadap arsitektur.
Teori dan Praktek
Teori sangatlah penting untuk menjadi landasan acuan, walaupun juga tidak boleh mendominasi secara ekstrim. Kenyataanya, banyak arsitek mengabaikan teori dalam perencanaan dan perancangan. Vitruvius juga berkomentar:
"Praktek dan teori adalah akar arsitektur. Praktek pelaksanaan sebuah proyek atau pengerjaannya yang didapatkan dalam proses perenungan, dalam proses mendayagunakan bahan bangunan dengan cara yang terbaik. Teori adalah hasil pemikiran beralasan yang menjelaskan proses konversi bahan bangunan menjadi hasil akhir sebagai jawaban terhadap suatu persoalan. Seorang arsitek yang tidak memiliki landasan teori kuat tidak akan dapat menjelaskan alasan dan dasar mengenai bentuk-bentuk yang dia pilih. Sementara arsitek yang berteori tanpa berpraktek hanya berpegang kepada "imajinasi" dan bukannya substansi. Seorang arsitek yang berpegang pada teori dan praktek, ia memiliki senjata ganda. Ia dapat membuktikan kebenaran hasil rancangannya dan juga dapat mewujudkannya dalam pelaksanaan".
Sejarah
Arsitektur terbentuk karena adanya kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang kondusif, keamanan, dsb), dan kebutuhan ini menuntut perlakuan/cara menyikapi obyek(bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi). Arsitektur prasejarah dan primitif merupakan tahap awal dinamika ini. Kemudian manusia menjadi lebih maju dan pengetahuan mulai terbentuk melalui tradisi lisan dan praktek-praktek, arsitektur berkembang menjadi ketrampilan. Pada tahap ini lah terdapat proses uji coba, improvisasi, atau peniruan sehingga menjadi hasil yang sukses. Seorang arsitek saat itu bukanlah seorang figur penting, ia semata-mata melanjutkan tradisi. Arsitektur Vernakular lahir dari pendekatan yang demikian sampai sekarang masih diterapkan di banyak tempat di dunia.
Permukiman manusia di masa lalu pada dasarnya bersifat rural. Masyarakat lebih banyak terkonsentrasi di daerah pedesaan dan didominasi pola hidup pertanian.Kemudian timbullah surplus produksi, sehingga masyarakat rural berkembang menjadi masyarakat urban.
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan bangunan dan tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipologi bangunan baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasi pun bermunculan. Arsitektur Religius tetap menjadi bagian penting di dalam masyarakat. Gaya-gaya arsitektur berkembang, dan karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan.
Karya-karya tulis tersebut menjadi kumpulan aturan (kanon) untuk diikuti khususnya dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh kanon ini antara lain adalah karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di periode Klasik dan Abad Pertengahan Eropa, bangunan bukanlah hasil karya arsitek-arsitek perorangan, melainkan oleh para seniman/ ahli keterampilan bangunan yang dihimpun dalam satu asosiasi untuk mengorganisasi proyek.
Pada masa Renaissance (pencerahan), humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual - Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo da Vinci - dan kultus individu pun dimulai. Namun pada saat itu, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau bidang-bidang kerja lain yang berhubungan. Pada tahap ini, seorang seniman pun dapat merancang jembatan karena penghitungan struktur di dalamnya masih bersifat umum.
Perkembangan jaman yang diikuti revolusi berbagai bidang ilmu (misalnya engineering), dan penemuan bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, menuntut para arsitek untuk mengadaptasi fokus dari aspek teknis bangunan kepada estetika (keindahan bentuk).
Kemudian dikenal istilah "arsitek aristokratik" yang lebih suka melayani bouwheer (owner/Client) yang kaya dan berkonsentrasi pada unsur visual dalam bentuk yang merujuk pada contoh-contoh historis. Contohnya, Ecole des Beaux Arts di Prancis pada abad 19 mengkader calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa mengiraukan konsep yang kontekstual.
Sementara itu, Revolusi Industri menggerakkan perubahan yang sangat drastis yang membuka diri bagi masyarakat luas, sehingga estetika dapat dinikmati oleh masyarakat kelas menengah. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas dalam lingkup keterampilan yang mewah, menjadi terjangkau melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.
Keadaan tersebut menimbulkan perlawanan dari seniman maupun arsitek pada awal abad ke-20, yang melahirkan pemikiran-pemikiran yang mengilhami Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher Werkbund (dibentuk 1907) yang memproduksi bahan-bahan bangunan buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik merupakan titik lahirnya profesi dalam bidang desain industri. Setelah itu, sekolah Bauhaus (dibentuk di Jerman tahun 1919) menafikan sejarah masa lalu dan cenderung menempatkan arsitektur sebagai perpaduan skill ,seni, dan teknologi.
Ketika Arsitektur Modern mulai dikembangkan, ia merupakan sebuah elit terkemuka berlandaskan filosofis,moral, dan estetis. Konsep perencanaan kurang mengindahkan sejarah dan condong kepada fungsi yang melahirkan bentuk. Peran Arsitek menjadi sangat penting dan dianggap sebagai "kepala/pimpinan". Kemudian arsitektur modern masuk ke dalam lingkup produksi massal yang sederhana dan relatif murah sehingga mudah diperoleh.
Dampaknya, bangunan di berbagai tempat memiliki bentuk yang mirip/cenderung tipikal. Tidak ada ciri khas ataupun keunikan bangunan Arsitektur Modern ini, masyarakat umum mulai jenuh menerima arsitektur modern pada tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, kemandulan,keseragaman, serta kesan-kesan psikologisnya. Sebagian arsitek berusaha menghilangkan kesan buruk ini dengan menampilkan Arsitektur Post-Modern yang membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum pada tingkat visual, meski dengan mengabaikan konsepnya.
Arsitektur Post Modern ini lebih dikenal sebagai arsitektur yang "mengawinkan" dua code/langgam/style. Misalnya, antara yang antik dan modern, antara maskulin (bangunan dengan struktur lebih dominan) dan feminin (kecantikan eksterior dominan ), antara western dengan timur, yang kuno dengan yang baru ,dll.

Sedangkan kalangan lain baik arsitek maupun non-arsitek menjawab dengan menunjukkan apa yang mereka pikir sebagai akar masalahnya. Mereka merasa bahwa arsitektur bukanlah perburuan filosofi atau estetika secara perorangan, melainkan haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia sehari-hari dan mengunakan teknologi untuk mewujudkan lingkungan yang dapat dihuni. Design Methodology Movement yang melibatkan tokoh-tokoh Chris Jones atau Christopher Alexander mulai mencari proses yang lebih terbuka dalam perancangan, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Analisa terperinci dalam berbagai bidang seperti behaviour,habitat, environment, dan humaniora dilakukan untuk menjadi dasar proses perancangan.Mereka berharap bahwa arsitektur merupakan bahasa yang komprehensif untuk menjadi media antara kebutuhan dan pelaksanaan proyek.
Bersamaan dengan meningkatnya kompleksitas bangunan,arsitektur menjadi lebih multi-disiplin daripada sebelumnya.
Arsitektur sekarang ini membutuhkan sekumpulan profesional dalam pengerjaannya. Namun demikian, arsitek individu masih disukai dan dicari dalam perancangan bangunan yang bermakna simbol budaya. Contohnya, di kota Semarang, karya Thomas Kaarsten ,arsitek peranakan jawa-belanda banyak mendominasi bangunan Belanda di Semarang.
Kesimpulan
Bangunan adalah hasil karya manusia yang paling nyata, dan merupakan kebutuhan utama manusia. Tetapi kenyataannya, banyak sekali bangunan masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau mandor-tukang batu di negara-negara berkembang, sedang di negara maju diproduksi secara "massal" sebagai produk tipikal seperti orang memproduksi baju.
Arsitek sering disisihkan dalam pembangunan, hanya karena masalah biaya dan prosedural. Keahlian arsitek hanya dibutuhkan dalam pembangunan bangunan berskala besar, atau bangunan yang memiliki makna ekonomi/ budaya / politis yang penting. Dan inilah yang diterima oleh masyarakat umum sebagai arsitektur,sedangkan bangunan lain, yang dianggap sederhana ataupun berskala kecil mungkin cukup dirancang oleh mandor-mandor yang mendapatkan ilmunya dari proses pengalaman empirikal di lapangan.
Peran arsitek, selalu turun-naik mengikuti perkembangan jaman, tidak pernah mendominasi dan tidak pernah terlepas dari masyarakat sebagai pribadi bebas. Selalu akan ada dialog antara masyarakat dengan arsitek antara owner dengan arsitek, dan antara arsitek dengan bidang terkait lainnya.Dan hasilnya adalah sebuah output yang disebut arsitektur, sebagai sebuah produk dan sebuah disiplin ilmu yang solid.

Jumat, 13 April 2012

Perjalanan Sebuah SMP Terpencil di Samarinda

Sebuah SMP Terpencil di antara begitu banyaknya sekolah yang ada di samarinda, jauh dari keramaian kota. Banyak Nilai-nilai pengalaman yang indah.. untuk diceritakan dari Perjalanan ini,. :) 
Lingkungan, Perjalanan, Kehidupan sosial masyrakat setempat, bangunan-bangunan yang kami lewati.. hemnn,, seru deh untuk diceritakan..











Pulau kalimantan ini memiliki beragam suku bangsa, demikian pula dengan corak arsitekturnya. Pembahasan saya dikhususkan pada Bangunan Adat Amin, Ose Dado, (rumah panjang) dari Suku Dayak Kenyah Badeng, (dan ini memiliki kemiripan dengan suku Kenyah lain). Perbedaan hanya pada penamaan komponen bangunan dan motif ornamennya.

Satu hal yang menarik, bahwa kepercayaan pada alam gaib sangat mempengaruhi proses pembangunan rumah adat. Nilai spiritual yang dijunjung tinggi tersebut membentuk suatu ikatan kultural yang kuat antara manusia dan alam. Terdapat banyak hal yang mempengaruhi proses pembangunannya, Contoh pemakai Pondasi kayu yang di aplikasikan dengan berbagai bentuk  seperti Menyerupai manusia, kijang, musang, ular dan beberapa jenis burung.

Sebelum pembuatan lamin dimulai, terlebih dahulu kepala kampung, kepala adat dan para orang tua memilih dua orang warga untuk mencari lasan palaki (lahan tempat didirikannya lamin), yaitu sebidang tanah yang subur, kering dan biasanya menghadap ke sungai. Untuk menentukan lahan yang tepat, dua orang yang telah ditugaskan tersebut menunggu pertanda dari roh nenek moyang melalui perantara burung elang.

Setelah mendapatkan lasan palaki, dipilih beberapa orang lagi untuk menentukan waktu pembangunan lamin. Orang-orang ini akan melihat pertanda dari matahari dan bulan. Pada masa-masa tersebut, orang-orang ini harus berpuasa dengan tidak memakan apapun kecuali nasi, tidak berkumpul dengan istri, tidak bepergian jauh, hanya mengenakan pakaian putih dan rambut digundul. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai datangnya pertanda.

Pada hari pertama dari waktu yang telah ditentukan, dilakukan persembahan sesajen kepada para roh nenek moyang berupa beberapa ekor ayam dan telur ayam mentah. Hal ini dilakukan agar mendapat restu dari roh nenek moyang. Pertanda baik akan didapatkan jika ada burung elang yang datang tepat diatas lasan palaki, berputar di udara sebanyak delapan kali dan meninggalkan tempat tersebut menuju ke suatu arah dengan tidak berbelok.

Sebelum memulai pembangunan lamin, terlebih dahulu diadakan sebuah upacara adat dengan sesajen berupa puluhan ternak seperti ayam, babi dan kerbau untuk berpesta pora. Setelah upacara selesai, baru pembangunan lamin dimulai. Adapun komponen lamin adalah :

•Tiang bawah
Sukaq adalah tiang bawah (tiang utama) yang berfungsi sebagai pondasi bangunan lamin.  Sukaq dibuat dari kayu ulin (kayu besi) berdiameter ½ - 1 m dan panjang 6 m, dipancang ditanah dengan kedalaman 2 m dan berjarak 4 m antar tiang satu dengan tiang yang lain.


•Tangga
Lamin mempunyai beberapa buah can (tangga) yang dibuat dari batang pohon berdiameter 30 - 40 cm. Tangga ini bisa dibalik atau kalau perlu dinaikkan dan diturunkan.


•Lantai
Asoq (lantai lamin) terdiri dari tiga bagian, yaitu usoq (serambi), bilik (kamar tidur) dan jayung (dapur). Asoq tersusun atas 4 lapisan, yaitu merurat (gelagar pertama), matuukng (gelagar kedua), lala (lantai bagian bawah) dan diatas lala dipasang lantai yang sebenarnya. Asoq terbuat dari jejeran kayu meranti yang di buat papan dengan ukuran 1x10 m.


•Dinding dan Tiang Atas
Dinding lamin terbuat dari jejeran papan berbahan kayu meranti. Dinding inilah yang akan membentuk peruntukan ruang pada lamin. Dinding bagian luar dilapisi dengan ornamen-ornamen ukiran khas suku Dayak. Sedangkan tiang atas dibuat dari batang pohon belengkanai berdiameter 0,5 m. Fungsi utama tiang-tiang atas adalah untuk menyangga atap pada bagian usoq (serambi) karena tidak berdinding. Tiang-tiang atas juga berfungsi sebagai hiasan karena dipahat menjadi patung-patung dengan berbagai bentuk, pada umumnya berbentuk wajah manusia dan binatang.


•Atap
Kepang (Atap), terbuat dari jejeran kepingan kayu keras berukuran 70 x 40 cm. Setiap lembaran kayu tersebut diberi lubang sebagai tempat pengikat, kemudian disusun dengan teratur, sehingga bagian tepi lembar yang satu menutupi tepi lembar yang lainnya. Bagian puncak atap ditutup dengan kulit kayu keras yang diikat sedemikian rupa sehingga cukup kuat untuk menahan terpaan angin. Pada bagian ujung-ujung atap dipasang hiasan berupa kayu les yang sudah diukir dan mencuat sampai 2 m.



Ukuran sebuah lamin bervariasi menyesuaikan kebutuhan. Panjangnya berkisar antara 100 - 200 m dan lebarnya antara 20 – 25 meter, serta dapat menampung 60 keluarga. Secara umum pembagian ruang pada lamin adalah sebagai berikut :


Usoq yang panjang dapat menampung ratusan tamu, ditempat inilah diadakan beberapa upacara atau ritual adat yang diselenggarakan secara gotong royong. Namun jika usoq sudah tidak mampu menampung, maka upacara tersebut diadakan di halaman/pekarangan. Halaman lamin yang luas juga menjadi tempat bermain anak-anak setiap hari. Selain itu, di pojok-pojok halaman menjadi tempat peletakan patung-patung persembahan nenek moyang berukuran besar berdiameter ½ - 1 m dan tingginya 3 - 4 m. Wajah-wajah patung tersebut bervariasi, diantaranya berupa sosok hantu-hantu yang mengerikan, sosok wajah wanita cantik, sosok manusia jadi-jadian dan lain-lain. Halaman bagian samping sampai belakang lamin berfungsi sebagai kebun, dengan ditumbuhi bermacam-macam pohon sayur-sayuran dan buah-buahan.

Sumber : Taman Budaya Kalimantan Timur, 1976
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Informasi diatas adalah salah satu bentuk budaya yang kini mulai hilang. Faktanya, lamin kini hanya menjadi bangunan tua yg dijadikan sebagai objek wisata, tempat bagi mereka yg rela berpakaian adat demi Rp 25.000,-/jepret. Memang bukan suatu kesalahan jika masyarakat lebih memilih meninggalkan lamin dan membangun rumah sendiri untuk kelangsungan hidup keluarga mereka masing2. Namun, seperti kata pepatah, "jika lamin bisa ngomong,pasti dia tak akan bohong" (halah..)