Satu hal yang menarik, bahwa kepercayaan pada alam gaib sangat mempengaruhi proses pembangunan rumah adat. Nilai spiritual yang dijunjung tinggi tersebut membentuk suatu ikatan kultural yang kuat antara manusia dan alam. Terdapat banyak hal yang mempengaruhi proses pembangunannya, Contoh pemakai Pondasi kayu yang di aplikasikan dengan berbagai bentuk seperti Menyerupai manusia, kijang, musang, ular dan beberapa jenis burung.
Sebelum pembuatan lamin dimulai, terlebih dahulu kepala kampung, kepala adat dan para orang tua memilih dua orang warga untuk mencari lasan palaki (lahan tempat didirikannya lamin), yaitu sebidang tanah yang subur, kering dan biasanya menghadap ke sungai. Untuk menentukan lahan yang tepat, dua orang yang telah ditugaskan tersebut menunggu pertanda dari roh nenek moyang melalui perantara burung elang.
Setelah mendapatkan lasan palaki, dipilih beberapa orang lagi untuk menentukan waktu pembangunan lamin. Orang-orang ini akan melihat pertanda dari matahari dan bulan. Pada masa-masa tersebut, orang-orang ini harus berpuasa dengan tidak memakan apapun kecuali nasi, tidak berkumpul dengan istri, tidak bepergian jauh, hanya mengenakan pakaian putih dan rambut digundul. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai datangnya pertanda.
Pada hari pertama dari waktu yang telah ditentukan, dilakukan persembahan sesajen kepada para roh nenek moyang berupa beberapa ekor ayam dan telur ayam mentah. Hal ini dilakukan agar mendapat restu dari roh nenek moyang. Pertanda baik akan didapatkan jika ada burung elang yang datang tepat diatas lasan palaki, berputar di udara sebanyak delapan kali dan meninggalkan tempat tersebut menuju ke suatu arah dengan tidak berbelok.
Sebelum memulai pembangunan lamin, terlebih dahulu diadakan sebuah upacara adat dengan sesajen berupa puluhan ternak seperti ayam, babi dan kerbau untuk berpesta pora. Setelah upacara selesai, baru pembangunan lamin dimulai. Adapun komponen lamin adalah :
•Tiang bawah
Sukaq adalah tiang bawah (tiang utama) yang berfungsi sebagai pondasi bangunan lamin. Sukaq dibuat dari kayu ulin (kayu besi) berdiameter ½ - 1 m dan panjang 6 m, dipancang ditanah dengan kedalaman 2 m dan berjarak 4 m antar tiang satu dengan tiang yang lain.
•Tangga
Lamin mempunyai beberapa buah can (tangga) yang dibuat dari batang pohon berdiameter 30 - 40 cm. Tangga ini bisa dibalik atau kalau perlu dinaikkan dan diturunkan.
•Lantai
Asoq (lantai lamin) terdiri dari tiga bagian, yaitu usoq (serambi), bilik (kamar tidur) dan jayung (dapur). Asoq tersusun atas 4 lapisan, yaitu merurat (gelagar pertama), matuukng (gelagar kedua), lala (lantai bagian bawah) dan diatas lala dipasang lantai yang sebenarnya. Asoq terbuat dari jejeran kayu meranti yang di buat papan dengan ukuran 1x10 m.
•Dinding dan Tiang Atas
Dinding lamin terbuat dari jejeran papan berbahan kayu meranti. Dinding inilah yang akan membentuk peruntukan ruang pada lamin. Dinding bagian luar dilapisi dengan ornamen-ornamen ukiran khas suku Dayak. Sedangkan tiang atas dibuat dari batang pohon belengkanai berdiameter 0,5 m. Fungsi utama tiang-tiang atas adalah untuk menyangga atap pada bagian usoq (serambi) karena tidak berdinding. Tiang-tiang atas juga berfungsi sebagai hiasan karena dipahat menjadi patung-patung dengan berbagai bentuk, pada umumnya berbentuk wajah manusia dan binatang.
•Atap
Kepang (Atap), terbuat dari jejeran kepingan kayu keras berukuran 70 x 40 cm. Setiap lembaran kayu tersebut diberi lubang sebagai tempat pengikat, kemudian disusun dengan teratur, sehingga bagian tepi lembar yang satu menutupi tepi lembar yang lainnya. Bagian puncak atap ditutup dengan kulit kayu keras yang diikat sedemikian rupa sehingga cukup kuat untuk menahan terpaan angin. Pada bagian ujung-ujung atap dipasang hiasan berupa kayu les yang sudah diukir dan mencuat sampai 2 m.
Ukuran sebuah lamin bervariasi menyesuaikan kebutuhan. Panjangnya berkisar antara 100 - 200 m dan lebarnya antara 20 – 25 meter, serta dapat menampung 60 keluarga. Secara umum pembagian ruang pada lamin adalah sebagai berikut :
Usoq yang panjang dapat menampung ratusan tamu, ditempat inilah diadakan beberapa upacara atau ritual adat yang diselenggarakan secara gotong royong. Namun jika usoq sudah tidak mampu menampung, maka upacara tersebut diadakan di halaman/pekarangan. Halaman lamin yang luas juga menjadi tempat bermain anak-anak setiap hari. Selain itu, di pojok-pojok halaman menjadi tempat peletakan patung-patung persembahan nenek moyang berukuran besar berdiameter ½ - 1 m dan tingginya 3 - 4 m. Wajah-wajah patung tersebut bervariasi, diantaranya berupa sosok hantu-hantu yang mengerikan, sosok wajah wanita cantik, sosok manusia jadi-jadian dan lain-lain. Halaman bagian samping sampai belakang lamin berfungsi sebagai kebun, dengan ditumbuhi bermacam-macam pohon sayur-sayuran dan buah-buahan.
Sumber : Taman Budaya Kalimantan Timur, 1976
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Informasi diatas adalah salah satu bentuk budaya yang kini mulai hilang. Faktanya, lamin kini hanya menjadi bangunan tua yg dijadikan sebagai objek wisata, tempat bagi mereka yg rela berpakaian adat demi Rp 25.000,-/jepret. Memang bukan suatu kesalahan jika masyarakat lebih memilih meninggalkan lamin dan membangun rumah sendiri untuk kelangsungan hidup keluarga mereka masing2. Namun, seperti kata pepatah, "jika lamin bisa ngomong,pasti dia tak akan bohong" (halah..)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar